Festival Pacu Sampan Leper, Kearifan Lokal dan Potensi Pariwisata Kabupaten Indragiri Hilir
Bupati Indragiri Hilir HM Wardan saat mendayung sampan leper.
INDRAGIRI HILIR - Sebagaimana dengan daerah lain yang ada di Indonesia, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau memiliki berbagai destinasi wisata yang unik dan menarik untuk dikunjungi.
Salah satunya adalah Festival Pacu Sampan Leper yang digelar setiap tahun pada sekitar bulan Juli yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Inhil.
Sebagai informasi, sampan Leper adalah sampan yang dikendarai ketika kondisi air pada keadaan surut, sehingga untuk mengendarai sampan tersebut harus di dayung di atas lumpur.
Jika umumnya mendayung sampan di atas air yang sedang pasang tidak memerlukan banyak tenaga, berbeda dengan sampan leper, untuk menggerakkan sampan di atas lumpur tentu membutuhkan lebih banyak tenaga.
Dari segi bentuk, sampan leper ini merupakan perahu yang memiliki ukuran 1 x 3 meter dengan lantai dasar yang memiliki permukaan pipih dan datar. Hal itu sebagai penyesuaian agar dapat digunakan di atas air maupun lumpur.
Lahirnya sampan Leper tak terlepas karena kondisi alam. Pada zaman dulu sampan leper merupakan alat transportasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayah Kuala Getek untuk menyeberang saat sungai dalam kondisi surut. Hal ini dilakukan agar segala aktivitas masyarakat di sana tetap berjalan, bahkan ketika air sungai sedang surut.
Sulitnya hubungan ini, maka masyarakat berusaha mengatasinya dengan membuat sampan atau perahu yang berbentuk leper atau rata di bagian bawahnya dan dapat berjalan serta meluncur di pantai lumpur maupun di atas air, sehingga sampai sekarang dijadikan sebagai alat transportasi.
Adapun Pekan Arba menjadi kawasan yang mula-mula mempopulerkan pacu sampan leper. Kawasan ini juga menjadi tempat rekreasi bagi mayarakat Kota Tembilahan, karena lokasinya yang berdekatan dengan Kota Tembilahan.
Festival Pacu Sampan Leper ini sudah mulai dikenal oleh masyarakat Indragiri Hilir sejak tahun 1995. Sampan Leper pertama kali diadakan di Pekan Arba, Kecamatan Tembilahan.
Namun karena terjadi pendangkalan Sungai Batang Tuaka, maka pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir memindahkan even ini ke Kawasan Wisata Kuala Getek, Sungai Luar, Kecamatan Batang Tuaka.
Dipilihnya daerah Kuala Getek, Sungai Luar sebagai lokasi penyelenggaraan pacu sampan leper, mengingat daerah ini mempunyai lokasi yang sangat strategis dan cukup mudah di jangkau oleh masyarakat maupun wisatawan.
Lomba pacu sampan leper ini hampir sama dengan lomba berenang. Ada berbagai gaya. Ada gaya duduk, gaya nyamping, gaya jongkok, dan adapula gaya dorong belakang.
Pesertanya ada putra, ada putri, dan ada pula yang double dan double campur. Sebenarnya dalam menentukan pelaksanaan pacu sampan leper ini tak mudah karena harus berdasarkan perhitungan alam, yang tidak dapat diadakan sesuai keinginan, yakni melihat kondisi pasang surut air di Sungai Indragiri.
Pacu sampan leper ini hanya bisa dilakukan antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus yakni pada saat kondisi air sedang surut.
Perlombaan ini bukan main serunya. Sebab bukan saja ketangkasan para pemacu yang menjadi daya tariknya, tetapi juga peserta yang kurang terlatih berkayuh atau berpacu di atas yang bukan sekali-dua kali tersungkur ke dalam lumpur. Apabila mereka jatuh, sorak soraipun makin berkepanjangan.
Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir telah menjadikan lomba Pacu Sampan Leper sebagai salah satu proyek wisata budaya.
Ajang ini tidak hanya menjadi daya tarik yang selalu dinanti oleh masyarakat Inhil, tetapi juga diharapkan dapat menarik minat wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Inhil.
Semangat serta pesan yang disampaikan dalam tradisi Pacu Sampan Leper adalah bahwa masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir dengan kearifan lokalnya mampu mengatasi tantangan alam yang terbilang cukup berat.
Ini juga mengingatkan para generasi muda bahwa orangtua kita dahulu sanggup berinovasi serta bekerja keras dengan menghasilkan sesuatu yang dapat mengatasi tantangan alam.
Tradisi turun temurun ini tentunya harus di jaga kelestariannya agar tidak punah serta terlupakan oleh generasi mendatang.(ADV Khusus)